[CERPEN] Dear Diary

 


Senin, 02 Oktober 2017

Dear diary,

Hari ini mungkin akan menjadi hari paling sial sekaligus paling beruntung dalam hidup aku. Aku sebal banget sewaktu pagi ini Kak Dimas mengerjaiku habis-habisan.

Enggak cukup dia bikin aku bangun kesiangan karena udah bikin jam weker mati, dia juga bikin aku harus mandi ulang karena ‘enggak’ sengaja numpahin jus tomat ke seragam putih aku yang putihnya ngalah-ngalahin gigi di iklan Pipsoden. Habis itu, dengan seenaknya dia ngambil jatah sarapan aku, bikin aku terpaksa harus menahan laper di sekolah sampe jam istirahat.

Padahal mapel pertama itu matematikaaaa! Ihh, kalau dia bukan kakak aku satu-satunya, udah pasti deh aku bakal masukin dia ke kandang anjing milik Pak Rozak. Biar digigit. Biar kena rabies sekalian, tahu rasa. Siapa bilang punya kakak cowok itu enak, yang ada malah enek tahu punya kakak yang jahilnya minta ampun kayak Kak Dimas.
     
Terus, kesialanku bukan Cuma sampe disitu aja. Gara-gara pagiku yang berantakan itu, aku sampe harus lari-lari ke sekolah tahu? Terus dikejar-kejar anjing liar sampe akhirnya aku telat juga sampe di sekolah. Hancur sudah predikat siswi teladanku yang sudah melekat sejak berabad-abad, eh enggak sampe berabad-abad deh. Cuma beberapa bulan doang.
     
Tapi, tapi tapi tapiiiiii, rasanya semua kesialanku itu langsung sirna begitu aja saat ada cowok ganteng yang bantuin aku manjat tembok. Bikin aku enggak jadi telat deh hihi. Dan kamu tahu enggak siapa cowok itu, diary? Angga. Dia Anggaaaa hyaaaa. Angga si cowok cool itu loh...

CINDY berdiri memandang gerbang sekolahnya yang sudah tertutup rapat dengan wajah lesu. Bahunya lemas. Napasnya terengah-engah karena berlari mengejar waktu, walaupun pada akhirnya tetap saja sia-sia. Dan kini cewek itu bingung harus bagaimana mengingat sebelum-sebelumnya dia tidak pernah sekalipun terlambat.
     
“Duh, gimana nih,” ucapnya dengan wajah panik luar biasa. “Apa aku pulang saja yah?”
     
Cindy melirik-lirik jalan raya yang penuh dengan kendaraan yang lalu lalang, kemudian melirik ke gerbang lagi yang jaraknya masih tinggal beberapa meter jauhnya.

Cewek itu cukup yakin jika Pak Satpam masih belum menyadari kalau ada siswa yang masih berada di luar sekolah saat ini.

Cindy melihat tembok di sebelahnya dengan wajah hampir putus asa. Ah, seandainya saja dia bisa memanjat tembok... pasti dia tidak akan sebingung ini jadinya.

Cindy tinggal memanjat tembok yang tingginya hanya sedikit lebih tinggi dari tinggi badan cewek itu sendiri. Seperti yang selalu cewek itu baca di novel-novel tentang cowok badboy dan cewek badgirl. Namun sayang, itu hanya ada di angan-angan Cindy saja.
     
“Hei.”
     
Cindy menoleh melihat siapa orang yang menyapanya itu. Dan terkejut mendapati seorang cowok tahu-tahu sudah berada sangat dekat.

Cowok itu hanya berjarak beberapa puluh centi di samping Cindy dan Cindy sedikit mengenalnya. Angga, si murid pindahan yang sudah langsung terkenal dalam waktu dekat akibat wajah dan gayanya yang cool. Banyak cewek yang mengagumi cowok itu termasuk Cindy.

Dan sekarang, Cindy tidak tahu harus berbuat apa ketika berhadapan langsung dengan si cowok bernama Angga ini. Jantungnya berdebar-debar.
     
“Lo telat ya?” tanya cowok itu.
     
“I-iya.”
     
“Mau gue bantuin?”
     
“Apa?”
     
“Mau gue bantuin?”
     
Cindy terdiam dengan jantung yang masih berdebar-debar. Dia menatap Angga dengan wajah tidak percaya. “Kamu mau bantuin aku?” tanyanya.
     
“Iya. Mau gak?” tanya cowok itu sekali lagi.
     
Cindy mengangguk-angguk semangat dan buru-buru menjawab, “Maulah.”
     
Namun, sepertinya Cindy harus berpikir ulang melihat Angga kini berjongkok di samping tembok dan kemudian menyuruh Cindy untuk menaikinya.
     
“Oke. Sekarang Lo naik,” ucap cowok itu dengan suara tenang namun Cindy yang tidak tenang. Cewek itu memegang tali tasnya erat-erat ragu.
     
“Tapi...,”
     
“Udah, gak usah banyak protes.”
     
“Nggak. Nggak ada cara lain yah?”
     
“Gak ada. Makanya cepetan.”
     
Cindy masih ragu. Cewek itu hendak menanyakan cara lain, namun tatapan Angga menunjukkan jika cowok itu sudah tak ingin dibantah. “Mm, Oke deh,” jawab Cindy akhirnya. Cewek itu terpaksa melewati tembok dengan bantuan bahu Angga sebagai pijakan.
     
“Makasih ya,” ucap Cindy begitu tiba di dalam sekolah.
     
“Gak masalah. Nama gue Angga, Lo?”
     
“Cindy,”
      
Untuk sesaat Cindy melihat cowok itu tersenyum tipis, sebelum akhirnya berjalan menjauh meninggalkan Cindy yang hatinya tengah berbunga-bunga.

Cindy menepuk-nepuk pipinya, memastikan apa yang sedang dia alami sekarang ini bukanlah mimpi.
• • 

Rabu, 04 Oktober 2017

Dear diary,

Ada kakak kelas yang mati gantung diri katanya. Berita ini merebak di seluruh sekolah dan menjadi trending topik sepanjang hari. Kudengar sih itu Alicia. Aku enggak terlalu kenal, tetapi aku cukup sering lihat dia keluar-masuk ruangan OSIS. Orangnya cantik dan juga supel. Makanya banyak orang yang kaget banget saat tahu dia mati dengan cara bunuh diri kayak gitu, termasuk aku. Aku prihatin banget. Kira-kira, apa ya yang bikin dia bunuh diri? Apa masalahnya berat banget ya, diary? Kayaknya iya. Tapi itu kan urusan dia dan orang sekitarnya. Orang asing kayak aku mana boleh kepo. Bener kan, diary. Setuju kan? Makanya gak usah terlalu dipikirin masalah ini.
     
Diary, aku tahu enggak seharusnya aku ngerasa seneng di hari duka seperti ini. Tapi aku bener-bener enggak bisa ilangin perasaan bahagia ini, kamu tahu? Aku ketemu lagi dengan Angga! Iya, Angga. Kamu inget ‘kan? Angga yang kemarin-kemarin nolong aku. Aku pikir cowok itu udah lupa sama aku dan enggak akan pernah nyapa aku lagi selamanya. Tetapi nyatanya, dia malah ngajak ngobrol sampe lama banget. Kita seolah sudah saling kenal lama. 
     
Sekarang, salah enggak sih aku ngeharapin bisa lebih deket sama dia? Mungkin enggak suatu saat nanti aku bisa jadi pacar dia? Kayaknya keren.
• • •

Di kantin, Cindy dan Laeli, sahabat Cindy, diam-diam sedang mendengarkan cewek-cewek kakak kelas yang tengah mengobrol di meja di samping mereka ketika Cindy tidak sengaja melihat Angga bersama rombongan melintas. Cewek itu mengingat kejadian dua hari lalu dan dalam hati bertanya, apa Angga masih ingat kejadian waktu itu ya? Namun melihat Angga tampak biasa-biasa saja saat melintas melewatinya, walaupun cowok itu sempat melihat Cindy sekalipun, Cindy menyimpulkan bahwa Angga sudah lupa. Diam-diam cewek itu menghela napas, kecewa.
     
Cindy memilih fokus pada es teh manisnya dan pada Laeli sahabatnya daripada memikirkan cowok itu.
    
“Duh, kok bisa ya? Kenapa Kak Alicia berani-beraninya bunuh diri kayak begitu coba? Apa dia gak mikir gimana perasaan orang tuanya? Teman-temannya? Pacarnya? Aku masih gak habis pikir. Menurut kamu gimana, Cin?” Laely menatap Cindy yang tengah mengaduk-aduk es teh manisnya dengan tidak berselera sambil menunduk.
     
Cindy mendongak sebentar menatap Laely sebelum menggeleng-geleng menjawab pertanyaan sahabatnya itu. Mood cewek itu tiba-tiba menjadi buruk setelah kejadian barusan. “Gak tau, Lael. Masalahnya berat banget kali.” 
     
“Iya. Tapi kan harusnya gak sampe bunuh diri juga, Cin.”
     
“Coba bayangin deh. Dia itu cantik, pinter, dan populer juga. Apa kurangnya sih?”
     
“Semua cewek kepingin di posisi dia, sementara dia sendiri gak ada rasa syukurnya sama sekali.”
     
“Seandainya dia punya masalah pun harusnya dia...”
     
Mendadak ucapan Laeli terhenti dan membuat Cindy penasaran. Cindy mendongak lagi, menatap Laeli hendak bertanya namun urung ketika cewek itu melihat cowok yang tahu-tahu sudah berdiri di hadapannya. Cowok itu Angga membawa semangkuk bakso dan segelas es teh manis menatap Cindy dengan senyum tipis.
     
“Hai, Cin. Kita ketemu lagi,” ucap cowok itu.
     
“Oh, h-hai.”
     
“Gue boleh duduk di sini gak?” 
     
Cindy menatap Laeli bertanya, dan sahabatnya itu mengangguk.
     
“Boleh.”
     
Setelah Cindy mengatakan itu, Angga segera duduk bergabung bersama mereka. Cowok itu meninggalkan rombongan yang tadi datang bersamanya yang kini sedang bersorak ria di kejauhan.
     
Dan Cindy diam-diam tersenyum.
• • •

Kamis, 05 Oktober 2017

Dear diary,

TERNYATA ANGGA GAK SE-COOL YANG AKU DAN ANAK-ANAK BAYANGIN SELAMA INI! DIA GAK KEREN! SAMA SEKALI ENGGAK! DIA ITU PEMBUNUH! PEMBUNUUH!
     
HARI INI AKU MELIHAT ANGGA MENGHASUT SEORANG ANAK COWOK UNTUK LOMPAT DARI LANTAI 5 GEDUNG TERBENGKALAI YANG ADA DI SEBELAH SEKOLAH!

Awalnya Cindy hanya baru saja selesai mengembalikan buku di perpustakaan ketika cewek itu melihat Angga tengah berjalan sendirian di lorong kelas. Cindy tersenyum, dia mengingat kedekatannya dengan cowok itu akhir-akhir ini dan berniat menyapa.
     
“Angga!” teriak Cindy.
     
Namun, entah Angga berpura-pura tidak mendengar atau dia benar-benar tidak mendengar, Angga sama sekali tidak menoleh. Cowok itu terus berjalan semakin jauh dari Cindy yang berdiri di depan perpustakaan. Cindy melihat Angga menuju gerbang belakang, dan itu membuat cewek itu sangat penasaran akan apa yang akan dilakukan cowok itu. Diam-diam cewek itu mengikuti Angga.
     
Cindy berjalan agak jauh dari Angga. Mengikuti Angga masuk ke gedung terbengkalai di sebelah sekolah, menaiki tangga dan berakhir di lantai 5 gedung itu. Angga terus berjalan dengan gaya tenang menghampiri seorang cowok lain yang berdiri sangat pinggir di lantai 5 gedung itu. Cindy terkejut. Cewek itu melihat cowok yang berdiri sangat pinggir, dia mengenalnya, Ricky si anak olimpiade, seperti hendak melompat.
     
“Bagus Lo. Lompat aja. Cepet,” ucap Angga setelah cukup dekat dengan si cowok, Ricky.
     
Cindy memilih bersembunyi di balik tiang besar dan menunggu apa yang akan dilakukan Angga selanjutnya dengan penasaran. Cewek itu berpikir, Angga pasti akan membuat Ricky mengubah pikirannya. Cowok itu pasti akan membuat Ricky tidak jadi melompat. Cindy yakin sekali. Angga akan menyelamatkan Ricky. Namun, apa yang terjadi selanjutnya justru membuat jantung cewek itu rasanya ingin melompat keluar.
     
“Kalo Lo lompat, Lo gak bakal nanggung kesalahan bokap Lo yang korup itu,” ucap Angga yang bukannya membuat Ricky mengurungkan niatnya justru malah memprovokasi. Cindy menutup mulutnya tidak percaya. Mata cewek itu membelalak. Sementara Angga masih terus melanjutkan ucapannya;
    
“Kalo Lo lompat, Lo gak bakal di hina temen-temen Lo. Gak perlu nanggung malu. Lo juga bakal bebas sebebas-bebasnya.”
     
Tubuh Cindy rasanya tiba-tiba mendingin dan kaku mendengar semua ucapan Angga yang tidak berperasaan itu. Cewek itu hendak keluar dan menyanggah, namun dia terlalu lambat.
     
“Terus apa ruginya kalo Lo mati sekarang atau nanti? Lo mati juga gak bakal ada yang—“
     
BRAKK!!!
     
Tubuh Cindy yang hampir menghampiri mereka langsung bergetar begitu mendengar suara itu dari bawah. Cewek itu menutup mulutnya sambil menangis tertahan. Lalu dia melihat Angga berjalan menjauh dengan decihan samar.
     
“Cih, dasar gak berguna,” kata Angga lirih sebelum cowok itu tersenyum miring dan lanjut berkata, “Misi sukses.”
• • •

Sabtu, 06 Oktober 2017

Dear diary,

Angga udah tahu kalau ternyata aku liat apa yang dia lakuin tempo hari. Dan sekarang dia ngancam buat bunuh aku kalau aku bilang-bilang sama orang lain. Gimana dong? Aku takut banget. Mamaaa Cindy takuuuttt... Seandainya aku bisa bilang sama Mama sama Kak Dimas soal masalah ini, tapiiii—

Krak! Krak!

Tangan Cindy yang tengah menulis terhenti ketika cewek itu mendengar bunyi jendela yang tertiup angin. Cewek itu menutup bukunya, menyembunyikannya di atas lemari seperti biasa, kemudian buru-buru bergerak menghampiri jendela. Malam sangat muram dan angin bertiup sangat kencang. Cindy diam-diam merasa sangat takut. Perasaan tidak enak mulai muncul. Apalagi mengetahui jika malam ini dia sendirian di rumah itu mengingat Ibu dan kakaknya lagi-lagi tidak akan pulang.
     
Cindy bergerak mengunci jendela, lalu berjalan menuju tempat tidurnya dan segera bergelung di dalam selimut. Cewek itu ingin tidur cepat malam ini. Cewek itu berharap malam ini dia baik-baik saja. Dia berharap agar perasaan buruknya salah dan dia akan selamat sampai pagi.
     
Cindy memejamkan mata. Dan tidak lama, cewek itu benar-benar terlelap.
• • •

Besok siangnya, pukul 13.13 WIB

“AKH CINDY! CINDYYY!!”
     
Untuk kesekian kalinya wanita itu berteriak histeris setelah melihat tubuh putrinya tergeletak dengan mulut berbusa-busa pagi ini. Air matanya terus mengalir. Sebuah buku yang baru ditemukan di atas lemari tergenggam di tangannya yang gemetar. Buku yang menjadi saksi atas kejahatan seseorang terhadap putrinya.

Komentar