Kekacauan Di Ruang Eksekusi ~2~ Pemberontakan Cinta Raja Kejam

     RUANG persidangan dipenuhi oleh cahaya redup yang menciptakan atmosfer yang mencekam. Adrian duduk di takhtanya yang megah, memandang dengan dingin pada tahanan yang telah dinyatakan bersalah. Tahanan itu adalah seorang pemimpin pemberontakan terhadap pemerintahan kerajaan Adrian. Wajah sang pemberontak tetap tegar, meski tidak dapat menutupi rasa tegang yang menghampirinya.


Adrian bersikeras untuk memberikan hukuman mati yang menyiksa seperti di neraka kepada sang pengacau kerajaan, sebagai contoh bagi mereka yang berani melawan otoritasnya. Dia tidak berniat melepaskannya apapun yang terjadi. Meskipun banyak sekali protes rakyat yang meminta pengampunan, Adrian tak bergerak. Pemberontak tetaplah pemberontak. Tidak ada ampun bagi mereka semua.


"Sangat baik, Yang Mulia Raja," ujar sang hakim siap memberikan vonis mati kepada sang pemberontak. "Hukuman mati dengan cara hukuman gantung akan diberlakukan atas perintah Anda."


Tahanan itu tetap mempertahankan sikap tegarnya. Dia tahu bahwa kematian adalah takdir yang harus dia terima sebagai konsekuensi dari perjuangannya demi kebebasan rakyat. Tapi di saat-saat seperti ini, sisi kejam Adrian selalu meledak-ledak. Dia tidak akan berpuas diri hanya dengan hukuman semacam itu. Dia ingin menyaksikan sendiri sang pemberontak mengakhiri hidupnya sendiri setelah penyiksaan yang kejam yang dilakukan oleh para bawahannya. 

Adrian bangkit dari takhtanya dan mengeluarkan perintah baru dengan nada sedingin es di kutub Utara, "Bawa dia ke ruangan eksekusi. Aku ingin menyaksikan hukumannya dengan mata kepalaku sendiri."


Tahanan itu digiring keluar dari ruang sidang, diikuti oleh Adrian dan para pengawalnya. Mereka tiba di ruangan eksekusi yang kelam, di mana sang pemberontak akan menghadapi hukuman penyiksaan seperti dalam bayangan neraka. Tahanan itu masih berusaha mempertahankan sikap tenangnya, meski langkahnya terhenti ketika dia melihat suasana di dalam ruangan.


Adrian telah memerintahkan agar eksekusi ini menjadi sebuah pertunjukan yang mengerikan. Tidak hanya ada tiang gantungan biasa, tetapi juga ada berbagai alat siksaan yang siap digunakan. Tahanan itu terpaku melihat siksaan-siksaan yang mengerikan itu di depannya, termasuk cambuk, rantai, dan api yang sudah siap untuk menyulut kobaran nyala di sekelilingnya.


Adrian tersenyum puas melihat ekspresi ketakutan sang pemberontak. Dia menikmati ketegangan yang membara di udara, seakan merasa berkuasa atas takdir sang pemberontak. Dia menganggukkan kepala kepada para eksekutor, memberikan tanda untuk memulai eksekusi.


Kemudian tahanan itu digiring ke tiang gantungan, tetapi bahkan dalam saat-saat terakhir hidupnya, dia tetap tegar. Dia menatap mata Adrian dengan tajam, mengejeknya dengan suara. "Kau mungkin bisa merenggut nyawaku, tapi kau tidak akan pernah bisa merenggut semangat perjuangan di dalam hatiku dan rakyatmu yang kau tindas!" Ujar sang pemberontak dengan suara lantang, membuat Adrian terganggu.


Adrian terpancing amarah. Dia ingin melihat sang pemberontak menjerit dalam penderitaan. Dengan acuh tak acuh, dia menuntun para eksekutor untuk melanjutkan proses eksekusi dengan kata-kata. Membuat para eksekutor segera mengikat tangan dan kaki sang pemberontak, dan siap untuk menyiksanya.


Namun, begitu mereka mulai mengangkat sang pemberontak itu ke udara, Adrian tiba-tiba dikejutkan dengan sesuatu yang tidak beres. Ketegangan dalam ruangan tiba-tiba terjadi ketika tali pengikat yang digunakan oleh para eksekutor tiba-tiba putus, membuat sang pemberontak jatuh keras ke tanah dengan suara yang menyakitkan. 

Adrian melotot tak percaya dengan apa yang baru saja terjadi. Para eksekutor panik, berusaha kembali mengulang proses eksekusi. Dalam kepanikan mereka, salah satu di antaranya memecahkan satu alat siksaan yang ada di ruangan, menimbulkan ledakan yang menghancurkan sebagian besar ruangan eksekusi tersebut.


Adrian, yang semula berdiri dengan angkuh, kini terdorong mundur oleh ledakan. Dia jatuh dan terkena serpihan pecahan, luka-luka terbuka di tubuhnya. Begitupula sang pemberontak yang juga luka-luka namun masih hidup berusaha mengumpulkan tenaganya, dia mencoba melarikan diri dari situasi yang kacau.


Dalam kepanikan itu, para pengawal Adrian berusaha melindungi Sang Raja, tetapi sang pemberontak terburu menemukan celah. Kemudian sang pemberontak berhasil melarikan diri dari ruangan eksekusi yang hancur mengandalkan keberanian dan ketangguhan yang dia miliki. Meninggalkan Adrian yang terluka dan panik di belakangnya.


Adrian yang marah berusaha bangkit dari lantai, tetapi luka-lukanya membuatnya terbatuk-batuk. Dia menyadari bahwa pemberontak itu telah berhasil meloloskan diri, meninggalkannya dalam kekalutan dan kegagalan. 


Dalam situasi ini, sisi Adrian yang egois dan kejam merasa malu dan marah pada dirinya sendiri karena mengalami kekalahan yang demoralisasi di depan para pengawal. 


Komentar