Dibalik Riak Air ~3~ Pemberontakan Cinta Raja Kejam

      DI PEMANDIAN pribadi kerajaan, suara riak air dan cahaya lembut dari lilin-lilin aromaterapi memancarkan suasana yang tenang. Namun, di dalam hati Adrian, kegelisahan dan ketidakpuasan nyatanya tengah melanda. Beberapa hari telah berlalu sejak pemimpin pemberontak yang kabur mengucapkan kata-kata yang menghantui pikirannya terakhir kali. Luka-lukanya telah sembuh, namun luka di hatinya masih terasa sangat dalam.

Adrian duduk sendiri di dalam pemandian, memandangi air yang mengalir dengan tatapan kosong. Dia teringat dengan jelas kata-kata pemimpin pemberontak itu, yang menggema di kepalanya. "Kau mungkin bisa merenggut nyawaku, tapi kau tidak akan pernah bisa merenggut semangat perjuangan di dalam hatiku dan rakyatmu yang kau tindas!" Ucapan itu menggema di dalam pikiran Adrian, membangkitkan keraguan dan ketidakpastian dalam hatinya.

Sebagai seorang raja, Adrian selalu menganggap dirinya bijaksana dan tegas dalam menjalankan tugasnya untuk menjaga kekuasaan dan melindungi kerajaannya. Namun, kata-kata pemimpin pemberontak itu telah menggoyahkan keyakinannya. Apakah dia benar-benar menjadi raja yang adil dan bijaksana, ataukah dia hanya seorang tiran yang kejam dan tidak berperasaan?

Di tengah kekalutannya itu, pintu pemandian terbuka perlahan, dan Gabriela Sang Ratu memasuki ruangan. Adrian memandang istrinya dengan tatapan kosong, tetapi hatinya tersentuh oleh kehadiran sang wanita yang telah menjadi pasangannya selama bertahun-tahun. Tidak ada cinta yang menghangatkan hubungan mereka, hanya sebatas hubungan suami-istri yang saling menghargai satu sama lain.

Gabriela melihat kegelisahan di wajah suaminya, dan dia segera mendekat. Dia melepas pakaiannya dan bergabung dengan Adrian di dalam pemandian. Air hangat menyelimuti tubuh mereka, tetapi ketegangan masih ada di udara.

"Adrian, jangan biarkan kata-kata mereka menghancurkanmu," kata Gabriela dengan suara yang terdengar terdengar begitu kuat dan menggemparkan, berbanding dengan tangannya yang mengelus punggung Adrian lembut. "Kau adalah raja! Kau tidak perlu mengkhawatirkan omongan mereka. Hanya mereka yang lemah yang mengeluh. Kau harus tetap menjadi raja yang kuat dan tegas."

Gabriela mengenal sangat baik sisi sebenarnya yang dimiliki sang suami. Dibalik topeng kejam dan tirani yang dia tampakkan di depan semua orang, ada sisi Adrian yang sungguh rapuh dan terkadang ragu. Seperti bulan sabit yang tersembunyi di balik awan gelap, begitu pula sisi Adrian yang tersembunyi di balik ketegasannya.

Gabriela bisa merasakan getaran emosional yang tersembunyi dalam diri Adrian. Dia bisa merasakan kerapuhan hatinya saat Adrian berusaha menyembunyikan rasa takut dan keraguannya. Meskipun dia berusaha menampilkan wajah yang kuat dan tak tergoyahkan, namun Gabriela tahu betapa rapuhnya hati Adrian yang sebenarnya.

Dan Gabriela disini untuk menghancurkan sisi rapuh itu. 

Sang Ratu menatap Adrian dengan tajam. "Adrian," ucap Gabriela dengan suara yang masih terdengar kuat dan menggemparkan.  "Kau adalah raja. Kau memiliki kekuasaan, kekayaan, dan segalanya yang seharusnya membuatmu merasa puas. Mengapa kau masih terpengaruh oleh omongan mereka? Mengapa kau masih membiarkan kata-kata mereka menghancurkan dirimu?"

Adrian terdiam. Kata-kata Gabriela dia pikir benar. Sebagai seorang raja, dia seharusnya tidak terpengaruh oleh omongan rakyatnya. Dia harus tetap teguh dan kokoh, menjadi penguasa yang bijaksana dan tegas. Namun, dalam kenyataannya, Adrian merasa terluka oleh kritik dan cacian yang ditujukan padanya. Dia merasa bahwa dia sudah cukup menjalankan tugasnya sebagai seorang raja dan melindungi kerajaannya dengan caranya sendiri, namun rakyatnya masih tidak mau menghargainya.

"Namun, mereka adalah rakyatku, Gabriela," ujar Adrian, suaranya terdengar penuh kepahitan. "Mungkin sudah waktunya Aku peduli dengan pendapat mereka. Aku harus membuat mereka bahagia dan merasa diperhatikan."

Gabriela menggelengkan kepala, matanya menatap Adrian dengan tatapan ingin mendominasi. Dia meraih tangan Adrian dengan lembut, membuat raja itu terkejut.

"Adrian, kau adalah raja yang tangguh," ucap Gabriela dengan penuh keyakinan. "Tetapi kau juga manusia, dengan perasaan dan kerentananmu sendiri. Jangan biarkan kata-kata mereka meruntuhkanmu. Jangan biarkan mereka menghancurkan dirimu yang sekarang sudah sempurna."

Adrian terdiam, dia seperti terhipnotis oleh kata-kata Gabriela yang melenceng dari kata hatinya, namun pikirannya selalu membenarkan. Dia merasa sentuhan tangan Sang Ratu menyentuh hatinya dengan telak, seakan memberikan kekuatan baru ke dalam jiwanya. Gabriela adalah sumber dukungan yang membuat hati Adrian kembali tenang, mengingatkannya bahwa ada seseorang yang benar-benar mengerti dan mendukungnya dalam segala keraguannya.

"Kau mungkin benar, Gabriela," ucap Adrian dengan suara yang lebih tegas. "Aku harus menghadapinya dengan kepala tegak. Aku adalah raja, dan aku harus bertindak sebagai seorang raja yang bijaksana dan tegas dengan caraku sendiri."

Mendengar kata-kata itu, senyum mengembang di wajah Gabriela, seperti bunga mekar di pagi hari yang penuh dengan keindahan dan pesona. Senyum itu adalah cahaya kebahagiaan yang memancar dari dalam hati Gabriela, seperti bintang terang yang bersinar di langit malam. 


Komentar